Menelusuri Jejak Manhaj Hamidi Bersama Adillah Zahra, Mahasiwi Idaqu Pemilik 3 Sanad Kaligrafi
Ahad, 15 Desember, menjadi hari istimewa bagi 20 santriwati Pesantren Nurul Hikmah. Mereka mengikuti workshop kaligrafi yang diadakan oleh KKN IDAQU 01 di Desa Sangiang. Workshop ini dipandu oleh Adillah Zahra, seorang mahasiswi IDAQU yang telah mengantongi tiga sanad kaligrafi. Berbekal pengalaman dan ilmunya, Adillah memperkenalkan sebuah metode pengajaran kaligrafi yang menarik perhatian: Manhaj Hamidi, yang dikembangkan oleh Syaikh Belaid Hamidi, seorang pakar kaligrafi internasional asal Maroko.
Apa Itu Manhaj Hamidi?
Manhaj Hamidi merupakan metode klasik (manhaj taqlidi) yang diadaptasi dan dimodifikasi oleh Syaikh Belaid Hamidi. Metode ini pada dasarnya meniru pendekatan tradisional yang telah lama digunakan di Turki dan negara-negara lain, namun dengan penyesuaian modern. Salah satu keunggulan utama dari Manhaj Hamidi adalah efisiensi waktu, di mana durasi pembelajaran dipadatkan tanpa mengurangi esensi materi. Buku dan pelajaran yang digunakan tetap sama seperti metode klasik.
Dalam Manhaj Hamidi, pembelajaran dimulai dari kaligrafi yang paling mudah, seperti khot riq’ah, sebelum melangkah ke jenis-jenis kaligrafi yang lebih kompleks. Durus tamhidiyah atau pelajaran awal menjadi inti dari metode ini. Pada tahap ini, peserta belajar memahami rahasia huruf dan teknik dasar yang menjadi fondasi kaligrafi. Ukuran keberhasilan metode ini bukan ditentukan oleh waktu, melainkan oleh sejauh mana peserta mampu menguasai materi yang diajarkan.
Pembelajaran yang Berorientasi pada Sanad
Metode ini juga menekankan pentingnya sanad atau mata rantai keilmuan yang tersambung dari guru ke guru. Setiap peserta yang berhasil menyelesaikan pelajaran akan mendapatkan ijazah resmi melalui upacara pemberian ijazah khot. Ijazah ini menjadi bukti bahwa seorang kaligrafer memiliki identitas keilmuan yang jelas dan terhubung dengan para guru terdahulu.
Menghidupkan Kaligrafi di Workshop
Di awal workshop, Adillah Zahra menjelaskan konsep dasar Manhaj Hamidi kepada para peserta. Ia juga berbagi pengalaman bagaimana metode ini membantunya memahami seni kaligrafi secara mendalam. Setelah sesi teori, workshop dilanjutkan dengan praktik. Adillah membimbing para peserta satu per satu, mengoreksi setiap goresan pena mereka, memastikan bahwa setiap huruf yang dibuat mendekati kesempurnaan.
Peserta diajak untuk meniru contoh dalam buku pelajaran, sebuah pendekatan yang melatih ketekunan dan kesabaran. "Belajar kaligrafi itu seperti menanam pohon. Butuh waktu dan kesabaran, tapi hasilnya sangat memuaskan," ujar Adillah dengan senyum hangat.
Inspirasi dari Syaikh Belaid Hamidi
Syaikh Belaid Hamidi, yang menjadi inspirasi utama metode ini, belajar khot di Istanbul di bawah bimbingan para masyayikh. Pengetahuan dan pengalamannya menjadi dasar dari Manhaj Hamidi, yang kini diajarkan secara luas. Dengan pendekatan ini, Adillah berharap generasi muda dapat lebih mencintai seni kaligrafi Islam dan menjadikannya sebagai bagian dari kehidupan mereka.
Workshop kaligrafi ini bukan hanya tentang belajar seni menulis huruf Arab yang indah, tetapi juga tentang melestarikan tradisi dan nilai-nilai keilmuan Islam. Bagi para santriwati Pesantren Nurul Hikmah, pengalaman ini tentu menjadi kenangan berharga yang memotivasi mereka untuk terus belajar dan berkarya.
Komentar
Posting Komentar